Urang Sunda “Hudang” “Ngahiji” Jaga Persatuan Indonesia

3 min read

Kasus Arteria Dahlan (AD) telah mengusik “kesomeahan” (keramahan) dan kesantunan urang Sunda yang identik dengan Islam.

Tersebar kabar mengenai ucapan AD yang pada awalnya memuji Kajati Jabar. Namun selanjutnya entah sengaja atau tidak ada ucapan AD yang meminta Kejagung untuk mengganti Kajati Jabar karena yang bersangkutan sempat menggunakan bahasa sunda ketika rapat Kordinasi membahas kasus HW (dengan tuntutan hukuman maksimal yaitu hukuman mati).Kasus tersebut saat ini viral di media sosial dan telah menimbulkan berbagai tanggapan yang multi tafsir sampai polemik di Masyarakat. Terutama di masyarakat Sunda.

Titik krusial nya adalah pertama, ketika seorang Pejabat Publik menggunakan bahasa sunda dikritik dan seperti dilarang.
Kedua, penggunaan bahasa daerah dalam hal ini adalah bahasa sunda dikaitkan dengan jabatan, dan jabatan nya agar diganti.
Ketiga, ketika seorang pejabat publik berbahasa daerah (sunda) terus minta jabatannya diganti maka seperti tidak boleh orang sunda memiliki jabatan publik.
Keempat, jika pejabat publik tidak boleh berbahasa daerah lalu bagaimana dengan para pejabat publik yang menggunakan bahasa asing.
Kelima, kritik bahkan Sikap diskriminatif terhadap penggunaan bahasa sunda dari seorang legislator pusat seperti menunjukkan bahwa yang bersangkutan tidak faham dengan kebinekaan yang selama ini paling santer dikampanyekan oleh partainya sendiri.

Apalagi Undang-Undang Dasar 1945 menjamin kebebasan pemeliharaan budaya termasuk bahasa daerah di dalam nya. Seorang legislator tentunya lebih faham mengenai Peraturan perundang-undangan.
-UUD 1945 berbunyi :
Pasal 32 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengamanatkan bahwa “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”.

-UU No. 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan,
Pasal 2 UU 5 tahun 2017, ditegaskan bahwa Pemajuan Kebudayaan beraszaskan toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong royong. Dengan Tujuan untuk mengembangkan nilai-nilai luhur budaya bangsa, memperkaya keberagaman budaya, memperteguh jati diri bangsa, memperteguh persatuan dan kesatuan bangsa, menderdaskan kehidupan bangsa, meningkatkan citra bangsa, mewujudkan masyarakat madani, meningkatkan kesejahteraan rakyat, melestarikan warisan budaya bangsa, dan mempengaruhi arah perkembangan peradaban dunia, sehingga Kebudayaan menajdi haluan pembangunan nasional (Pasal 4).
Objek Pemajuan Kebudayaan ada dalam Pasal 5 UU 5 tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan yaitu tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.

-UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis,
Pasal 4
Tindakan diskriminatif ras dan etnis berupa :

a. memperlakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis, yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan, atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya; atau
b. menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang karena perbedaan ras dan etnis yang berupa perbuatan:
1. membuat tulisan atau gambar untuk ditempatkan, ditempelkan, atau disebarluaskan di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dilihat atau dibaca oleh orang lain;
2. berpidato, mengungkapkan, atau melontarkan kata- kata tertentu di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat didengar orang lain;
3. mengenakan sesuatu pada dirinya berupa benda, kata-kata, atau gambar di tempat umum atau tempat lainnya yang dapat dibaca oleh orang lain; atau
4. melakukan perampasan nyawa orang, penganiayaan, pemerkosaan, perbuatan cabul, pencurian dengan kekerasan, atau perampasan kemerdekaan berdasarkan diskriminasi ras dan etnis.

Jika ketika ada pejabat publik menggunakan bahasa daerahnya maka berapa banyak pejabat publik yang menggunakan bahasa daerah yang harus segera diganti ?!

AD berpotensi terancam dengan beberapa Pasal berikut :
Pasal 156 KUHP mengatur mengenai Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis
Pasal 15
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pembedaan, pengecualian, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras dan etnis yang mengakibatkan pencabutan atau pengurangan pengakuan, perolehan atau pelaksanaan hak asasi manusia dan kebebasan dasar dalam suatu kesetaraan di bidang sipil, politik, ekonomi, sosial, dan budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 16
Setiap orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2, atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Kasus ini menbuat urang sunda “Hudang” (bangun) “Ngahiji” (bersatu).
Mengingatkan kepada para leluhur Perjuangan kemerdekaan yang mengusir penjajah dengan tidak pernah berhenti di Tatar Pasundan bahkan ketika kolonial belanda mendesak RI ke Jawa Tengah.
Para Hizbullah tetap berJuang usir kolonial dari tanah Pasundan. Maka tidak dapat dipisahkan antara Sunda dengan Islam, dan Islam dengan Sunda selama nya.

Nasihat untuk AD,
Pertama, orang Sunda itu “someah hade ka semah” terbuka kepada siapa saja yang datang dan menetap di Tanah Pasundan. Tapi jangan lupa “Bandung Lautan Api”, Yang menunjukkan urang Sunda tidak pernah mau dihina apalagi dijajah siapa pun juga.

Kedua, urang sunda terbiasa memaafkan. Jika AD legowo mengakui kesalahannya saya yakin urang sunda terbuka untuk memaafkan demi Persatuan Indonesia. Apalagi Hukum juga memfasilitasi untuk Mediasi.

Ketiga, Dewan Kehormatan DPR RI segera memberikan sanksi atas perilaku AD begitu juga dengan partainya.

Keempat, Kajati Jabar perlu mendapatkan apresiasi positive atas kesungguhannya dalam menangani kasus HW dan kesungguhannya menjaga budaya Sunda. Walaupun demikian urang sunda tidak pernah Haus jabatan tetapi juga tidak akan pernah lelah berJuang dan menjaga Persatuan. Karena mengabdi menjadi pejabat publik untuk uang Sunda hakikatnya adalah Ibadah.

Kelima, wajar jika ada reaksi dari warga sunda terhadap ucapan yang dilontarkan oleh AD berupa Pernyataan Sikap dan Aksi Masyarakat di Lapangan. Begitu pun para pemilihnya AD yang kebetulan dari Dapil Jawa Timur tentunya tidak akan rela jika karena ulah wakilnya Persatuan menjadi rusak.

Sudah bukan zamannya lagi pejabat arogan dan egois apalagi memperjuangkan kepentingan asing yang bukan atau bertentangan dengan kepentingan Indonesia baik secara lokal, nasional maupun Internasional.

Mari selesaikan secara kekeluargaan dengan tetap berdasarkan hukum dan menjaga Persatuan Indonesia.
In sya ALLOH.

 

 


Abdurrahman Anton Minardi

Lembaga Advokasi Ummat ANSHORULLAH
Ketua Da’i Muda Pasundan

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *