Categories

Nikah Mut’ah bukan Ajaran Islam dan Bukan Budaya Indonesia

Hari-hari ini warga diresahkan dengan seorang yang dianggap pembina sebuah lembaga pendidikan yang melakukan “Nikah Mut’ah”.

Sesunggguhnya Nikah itu adalah prosesi menghalalkan pasangan Yang berbeda jenis sesuai Syari’at Islam.

Sebab pernikahan karena adanya kesamaan pesaraan dan tujuan untuk membangun rumah tangga Yang sakinah, mawaddah dan rohmah.
Syaratnya kesamaan agama Islam, melakukan pilihan, izin wali, persetujuan kedua calon mempelai, saksi, mahar dan adanya Ijab dan Qabul.
Akibatnya adalah menjadikan pasangan menjadi Halal, adanya hak dan Kewajiban antara suami dan istri, dan menjadi ahli warits.

Istilah Mut’ah itu berasal dari kata “tamatta” yaitu menikmati dengan jangka waktu tertentu. Jauh dari sebab, syarat, tujuan dan akibat pernikahan. Makanya Nikah Mut’ah itu sebenarnya menyerupai zina ketika dipraktekkan secara serampangan dan disyiar’kan secara leluasa. Istilah yang tidak tepat jika disebut Nikah akan tetapi lebih dekat kepada zina.
Untuk itulah Rosulullah Shollallahu alahi wa Sallam setelah pernah membolehkan dalam kondisi terpaksa tetapi kemudian beliau mengharamkannya.
Berikut dalilnya :

وَعَنْ سَلَمَةَ بْنِ الْأَكْوَعِ – رضي الله عنه – قَالَ : – رَخَّصَ رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَامَ أَوْطَاسٍ فِي اَلْمُتْعَةِ , ثَلَاثَةَ أَيَّامٍ , ثُمَّ نَهَى عَنْهَا – رَوَاهُ مُسْلِمٌ

Dari Salamah bin Al-Akwa’ radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullahshallallahu ‘alaihi wa sallampernah memberi kelonggaran untuk nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Awthas (tahun penaklukan kota Makkah). Kemudian beliau melarangnya.” (HR. Muslim, no. 1405).

وَعَنْ عَلَيٍّ – رضي الله عنه – قَالَ : – نَهَى رَسُولُ اَللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – عَنْ اَلْمُتْعَةِ عَامَ خَيْبَرَ – مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Dari Ali radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, qqq“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang nikah mut’ah pada waktu perang Khaibar.” (Muttafaqun ‘alaih) (HR. Bukhari, no. 5115, 5523 dan Muslim, no. 1407).

Dari segi hukum Indonesia juga praktek “Nikah Mut’ah” itu tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

Praktek Mut’ah ini menjadi jalan untuk mengajak ummat kepada agama dan sekte tertentu yang secara umum disebut sebagai syiah.

Banyak orang yang tertarik untuk melakukan Mut’ah, sehingga banyak orang yang tertarik bergabung pada komunitasnya. Padahal hadits pelarangan Mut’ah itu diriwayatkan dari junjunan kita sayyidina Ali bin Abi Tholib yang oleh kaum syiah sangat dimuliakan bahkan dilebih-lebihkan dibanding sahabat Rosulullah Shollallahu alahi wa Sallam lainnya.

Seharusnya kita sikapi dengan tegas agar terhindar dari fitnah Mut’ah tersebut. Pemerintah dan Ulama harus bersinergi untuk mengantisipasi dan menangani Masalah ini dan menyelamatkan ummat terutama Keluarga kita dari bencana seperti itu.

Mengenai pondokan atau lembaga apa pun yang menjadi fasilitas terjadinya Mut’ah agar segera ditutup dan para korbannya segera mendapatkan Pembinaan ke jalan Shirothol Mustaqim.
Yang lebih penting lagi adalah kita menyadari bahwa terjadinya berbagai bencana moral dan penistaan terhadap Islam adalah karena tidak dilaksanakan nya Syari’at Islam Kaffah.
ALLOHU A’LAM.


Abdurrahman Anton Minardi
Lembaga Advokasi Ummat ANSHORULLAH