Oleh: Tardjono Abu Muas (Pemerhati Masalah Sosial)
Kegaduhan demi kegaduhan di negeri ini rasa-rasanya masih terus berlangsung silih berganti. Kegaduhan yang satu belum tuntas penanganannya, sudah kembali disusul kegaduhan baru lainnya.
Kegaduhan soal UU Cipta Kerja (CK) pasca keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan inkonstitusional tak urung menjadi biang kegaduhan “berulang”. Kenapa dikatakan “berulang”, karena sejak masih RUU dan dalam proses pembahasannya menjadi UU pun sudah menimbulkan kegaduhan.
Jika boleh diibaratkan, lahirnya UU CK ini ibarat angkutan umum “kejar setoran”. Akibat dari ibarat angkutan umum kejar setoran ini, maka rambu-rambu pun dilanggar. Berbagai aksi berdarah-darah yang menolak pembahasan UU yang satu ini pun dianggap angin lalu oleh anggota dewan yang konon terhormat, yang akhirnya “ketuk palu” disahkan UU CK.
Merasa aksi jalanan tak digubris, maka para penolak UU ini mengajukan uji materi ke MK. Ujung’ujungnya MK mengeluarkan keputusan bahwa UU CK ini inkonstitusional.
Jika kita mau telisik, uji UU CK di MK ini bak pelanggaran yang terekam dalam camera video. Seperti dalam dunia olahraga sepak bola ada alat yang namanya VAR (video assistant referee) yang menjadi alat bantu wasit dalam mengambil keputusan krusial dalam sebuah pertandingan.
Dalam kasus uji materi UU CK ini, MK bak wasit di lapangan hijau sudah melihat pemutaran VAR sehingga dapat memutuskan UU CK inskonstitusional yang ada tambahannya “bersyarat”. Pasca keputusan ini tak urung pula masih timbul kegaduhan “berulang” terhadap UU yang satu ini.
Memang unik kalau mau kita cermati, jika MK ibarat wasit di lapangan hijau melihat VAR bahwa salah seorang pemain melakukan pelanggaran yang berakibat harus dihukumkan tendangan penalti, tapi dalam hal ini MK tak memberlakukan secara tegas hukuman penaltinya malah seolah-olah tendangan penaltinya ditunda, sementara permainan tetap berjalan.
Layak pula jika sejumlah pakar menyatakan bahwa keputusan MK ini bermakna “ambigu”. Keambiguan inilah memicu kegaduhan berulang. Tak dapat dibayangkan apa yang akan terjadi, jika MK bertindak seperti wasit di lapangan hijau lalu keputusannya ambigu. Sangat mungkin tim yang dirugikan akan mengerubuti wasit dan penonton pendukung pun tak menutup kemungkinan pula akan turun ke lapangan.
Leave a Reply